The Great Pasific Garbage Patch, bgitulah kwasan ini dikenal. Keberadaan.a sudah diprkirakan dari tahun 1988 pd sebuah makalah trbitan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Amerika Serikat. Prediksi ini didasari oleh beberapa hasil temuan pneliti Alaska antara tahun 1985-1988 yg mendeteksi sebuah kumpulan plastik yg mengambang di Samudera Pasifik Utara. Belum ada masyarakat yg menyadarinya sampai akhirnya Charles Moore, seorang pelayar yg jg oseanografer menemukan zona ini pd taun 1997, saat ia sedang brlayar pulang stelah mengikuti lomba layar Los Angeles-Hawaii. Ia dan kru kapal trkejut mendapati byk timbunan sampah dari ransel, sikat gigi dan byk botol plastik di sebuah zona di Samudera Pasifik Utara. “mereka trapung-apung sdikit di bawah permukaan sehingga tdk trdeteksi oleh kamera udara maupun citra satelit. Anda hanya bisa melihat.a dari lambung kapal”, ungkap Moore. Sepulangnya dari situ , Moore langsung menulis artikel tentang keberadaan lautan sampah ini serta bagaimana efek polusi laut bagi kehidupan makhluk hidup di laut.
Dari mana asalnya sampah2 ini? Sebuah sumber mengestimasi bahwa 80% sampah datang dari daratan dan 20% dari kapal. Moore sendiri menghitung sudah sekitar 100 juta ton sampah disana. Plastik diyakini menyumbang 90% dari susunan zona ini. Potongan plastik dsni termasuk bahan mentah atau limbah industri yg hanyut hingga ke laut.
Apa efeknya bagi makhluk hidup? Sudah tentu, makhluk hidup seperti burung dan binatang laut lain lah yg paling dirugikan. Seperti yg terjadi pd burung albatross, pada suatu kasus ditemukan 1 pematik, 1 sikat gigi, 1 mainan robot dan 1 pembalut di dalam tubuh burung itu. Selain burung laut, ada jg binatang seperti ikan, kura-kura, anjing dan singa laut, hingga paus yg menjadi korban dari keganasan lautan sampah ini.
masih berpikir untuk buang sampah ke laut??