INILAH.COM, Jerman – Mobil listrik lebih bersih, lebih tak bersuara dan lebih efisien dibandingkan kendaraan bensin atau disel. Meski begitu, kendaraan listrik belum terlalu banyak dikenal.
Era baru, era mobilitas listrik kini dimulai. Ahli dari Fraunhofer menyumbang konstribusi penting. Jika kendaraan listrik menjadi alternatif kendaraan tradisional, banyak riset dan pengembangan harus dilakukan.
Fraunhofer-Gesellschaft menciptakan proyek ‘Sistem Riset Elektromobilitas’ pada Juni 2009, inisiatif melibatkan 33 Lembaga Fraunhofer. Riset ini mendapat dana 34,4 juta euro (Rp431,4 miliar) dari program stimulus II federal ekonomi stimulus Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman (BMBF).
Pada program stimulus I, menginvestasikan 14 juta euro (Rp175,5 miliar). “Tujuan kami menghasilkan pengetahuan dan teknologi. Kemudian, membuatnya tersedia bagi industri,” kata direktur Fraunhofer Institute for Structural Durability and System Reliability LBF Profesor Holger Hanselka di Darmstadt, Jerman.
Proyek riset ini memiliki lima titik fokus, konsep kendaraan, pembangkit listrik, distribusi dan konversi, energi teknologi penyimpanan, integrasi sistem teknis dan pertanyaan tentang dampak sosial-politik.
“Untuk mengubah kendaraan menjadi motor listrik saja tak cukup,” ungkap kepala fakultas Dr Gunther Ebert di Fraunhofer Institute for Solar Energy Systems ISE. Kendaraan listrik bisa memerangi masalah akut seperti perubahan iklim karena didukung listrik yang dihasilkan sumber-sumber terbarukan.
Selama listrik disediakan pembangkit batubara atau gas besar, masalah seperti emisi polutan bisa dipindahkan pada situs pembangkit listrik itu sendiri. “Untuk benar-benar elektromobilitas, campuran daya harus lebih diubah ke arah energi terbarukan”.
Profesor Martin Wietschel dan tim dari Fraunhofer Institute for Systems and Innovation Research ISI mengungkapkan efisiensi energi listrik mendorong kinerja mencapai 40%. Efisiensi menjadi dua kali lebih tinggi dibanding kendaraan berbahan bakar fosil.
Jika tenaga angin digunakan mengisi baterai, efisiensi menjadi 70%. Artinya, kendaraan listrik jelas jauh lebih ekonomis dibanding kendaraan berbahan bakar fosil.
Keuntungan tak terbantahkan ini menghadapi tantangan besar, yakni pasokan energi listrik yang membutuhkan baterai berperforma tinggi. “Jika konten energi tangki otomotif reguler 46 liter diesel harus disimpan dalam baterai lithium-ion, maka sistem baterai harus memiliki volume 500 liter agar memiliki daya yang sama,” papar Hanselka.
Alhasil, baterai akan memiliki berat lebih dari satu ton, lanjutnya. Selain itu, baterai masih sangat mahal. Karenanya, peneliti Fraunhofer bekerja intensif mengembangkan dan mengintegrasikan baterai yang diperlukan untuk mobil listrik. Namun, baterai bukanlah hambatan satu-satunya transisi ke elektromobilitas.
Secara teknis, kendaraan itu sendiri masih belum memenuhi persyaratan serta sistem permanen penghasil tenaga listrik. Selain itu, belum ada infrastruktur handal penyedia tenaga listrik mobil. [mdr]